MAKALAH ILMU SOSIAL DASAR
PENERAPAN HUKUM DI INDONESIA
PENERAPAN HUKUM DI INDONESIA
ABDUL HAKIM M
20414026
1IC03
UNIVERSITAS GUNDARMA
Kata Pengantar
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha
Esa, atas rahmat serta izinnya kami telah menyelesaikan makalah ilmu sosial
dasar yang berjudul “Penerapan Hukum di Indonesia”.
Dalam proses pendalaman materi
ini, penulis menyatakan rasa terima kasihnya kepada Ibu Ratna Komala
selaku dosen mata kuliah “Ilmu Sosial Dasar” serta teman-teman
sekelas 1IC03 jurusan Teknik Mesin di Universitas Gunadarma yang telah banyak
memberikan semangat serta masukannya dalam penyusunan makalah ini.
Demikian makalah ini saya buat
dengan tujuan untuk memenuhi tugas mata pelajaran soft skill dan untuk menambah
wawasan penulis serta pembaca sekalian.
Jakarta, 30 November 2014
Hormat kami,
(Penulis)
Kali ini saya akan membahas tentang opini saya tentang
penerapan hukum di Indonesia, walaupun hukum bukan bidang yang sedang saya
tekuni, tapi saya akan mencoba menyalurkan apa pendapat saya di tugas saya kali
ini.
Hukum menurut beberapa ahli adalah:
1. Plato, dilukiskan dalam bukunya
Republik. Hukum adalah sistem peraturan-peraturan yang teratur dan tersusun
baik yang mengikat masyarakat.
2. Aristoteles, hukum hanya sebagai kumpulan peraturan yang tidak hanya mengikat masyarakat tetapi juga hakim. Undang-undang adalah sesuatu yang berbeda dari bentuk dan isi konstitusi; karena kedudukan itulah undang-undang mengawasi hakim dalam melaksanakan jabatannya dalam menghukum orang-orang yang bersalah.
3. Austin, hukum adalah sebagai peraturan yang diadakan untuk memberi bimbingan kepada makhluk yang berakal oleh makhluk yang berakal yang berkuasa atasnya (Friedmann, 1993: 149).
4. Bellfoid, hukum yang berlaku di suatu masyarakat mengatur tata tertib masyarakat itu didasarkan atas kekuasaan yang ada pada masyarakat.
5. Mr. E.M. Mayers, hukum adalah semua aturan yang mengandung pertimbangan kesusilaan ditinjau kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat dan yang menjadi pedoman penguasa-penguasa negara dalam melakukan tugasnya.
6. Duguit, hukum adalah tingkah laku para anggota masyarakat, aturan yang daya penggunaannya pada saat tertentu diindahkan oleh suatu masyarakat sebagai jaminan dari kepentingan bersama terhadap orang yang melanggar peraturan itu.
7. Immanuel Kant, hukum adalah keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini kehendak dari orang yang satu dapat menyesuaikan dengan kehendak bebas dari orang lain memenuhi peraturan hukum tentang Kemerdekaan.
8. Van Kant, hukum adalah serumpun peraturan-peraturan yang bersifat memaksa yang diadakan untuk mengatur melindungi kepentingan orang dalam masyarakat.
9. Van Apeldoorn, hukum adalah gejala sosial tidak ada masyarakat yang tidak mengenal hukum maka hukum itu menjadi suatu aspek kebudayaan yaitu agama, kesusilaan, adat istiadat, dan kebiasaan.
10. S.M. Amir, S.H.: hukum adalah peraturan, kumpulan peraturan-peraturan yang terdiri dari norma-norma dan sanksi-sanksi.
11. E. Utrecht, menyebutkan: hukum adalah himpunan petunjuk hidup –perintah dan larangan– yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat, dan seharusnya ditaati oleh seluruh anggota masyarakat yang bersangkutan, oleh karena itu pelanggaran petunjuk hidup tersebut dapat menimbulkan tindakan oleh pemerintah atau penguasa itu.
12. M.H. Tirtaamidjata, S.H., bahwa hukum adalah semua aturan (norma) yang harus dituruti dalam tingkah laku tindakan-tindakan dalam pergaulan hidup dengan ancaman mesti mengganti kerugian jika melanggar aturan-aturan itu akan membahayakan diri sendiri atau harta, umpamanya orang akan kehilangan kemerdekaannya, didenda dan sebagainya.
13. J.T.C. Sumorangkir, S.H. dan Woerjo Sastropranoto, S.H. bahwa hukum itu ialah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat, yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan tadi berakibat diambilnya tindakan, yaitu dengan hukuman.
14. Soerojo Wignjodipoero, S.H. hukum adalah himpunan peraturan-peraturan hidup yang bersifat memaksa, berisikan suatu perintah larangan atau izin untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu atau dengan maksud untuk mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.
15. Dr. Soejono Dirdjosisworo, S.H. menyebutkan aneka arti hukum yang meliputi: (1) hukum dalam arti ketentuan penguasa (undang-udang, keputusan hakim dan sebagainya), (2) hukum dalam arti petugas-petugas-nya (penegak hukum), (3) hukum dalam arti sikap tindak, (4) hukum dalam arti sistem kaidah, (5) hukum dalam arti jalinan nilai (tujuan hukum), (6) hukum dalam arti tata hukum, (7) hukum dalam arti ilmu hukum, (8) hukum dalam arti disiplin hukum.
16. Dr. Soerjono Soekanto, S.H., M.A., dan Purnadi Purbacaraka, S.H. menyebutkan arti yang diberikan masyarakat pada hukum sebagai berikut:
a. Hukum sebagai ilmu pengetahuan, yakni pengetahuan yang tersusun secara sistematis atas dasar kekuatan pemikiran.
b. Hukum sebagai disiplin, yakni suatu sistem ajaran tentang kenyataan atau gejala-gejala yang dihadapi.
c. Hukum sebagai kaidah, yakni pedoman atau patokan sikap tindak atau perikelakuan yang pantas atau diharapkan.
d. Hukum sebagai tata hukum, yakni struktur dan proses perangkat kaidah-kaidah hukum yang berlaku pada suatu waktu.
e. Hukum sebagai petugas, yakni pribadi-pribadi yang merupakan kalangan yang berhubungan erat dengan penegakan hukum.
f. Hukum sebagai keputusan penguasa, yakni hasil proses diskresi yang menyangkut keputusan penguasa.
g. Hukum sebagai proses pemerintahan, yaitu proses hubungan timbal-balik antara unsur-unsur pokok sistem kenegaraan.
h. Hukum sebagai sikap tindak ajeg atau perikelakuan yang teratur, yaitu perikelakuan yang diulang-ulang dengan cara yang sama, yang bertujuan untuk mencapai kedamaian.
i. Hukum sebagai jalinan nilai-nilai, yaitu jalinan-jalinan dari konsepsi-konsepsi abstrak tentang apa yang siagap baik dan buruk.
17. Otje Salman, S.H.: dilihat dari kenyataan sehari-hari di lingkungan masyarakat mengartikan atau memberi arti pada hukum terlepas dar apakah itu benar atau keliru, sebagai berikut:
a. Hukum sebagai ilmu pengetahuan, diberikan oleh kalangan ilmuan.
b. Hukum sebagai disiplin, diberikan oleh filosof, teoritis dan politisi (politik hukum).
c. Hukum sebagai kaidah, diberikan oleh filosof, orang yang bijaksana.
d. Hukum sebagai Lembaga Sosial, diberika oleh filosof, ahli Sosiaologi Hukum.
e. Hukum sebagai tata hukum, diberikan oleh DPR. Dan eksekutif (di Indonesia).
f. Hukum sebagai petugas, diberikan oleh tukang beca, pedagang kaki lima.
g. Hukum sebagai keputusan penguasa, diberikan oleh atasan dan bawahan dalam suatu Instansi atau lembaga negara.
h. Hukum sebagai proses pemerintah, diberika oleh anggota dan pimpinan eksekutif.
i. Hukum sebagai sarana sistem pengandalian sosial, diberikan oleh para pembentuk dan pelaksana hukum.
j. Hukum sebagai sikap tindak atau perikelakuan ajeg, diberikan oleh anggota dan pemuka masyarakat.
k. Hukum sebagai nilai-nilai diberikan oleh filosof, teorotis (ahli yurisprudence).
l. Hukum sebagai seni, diberikan oleh mereka yang peka terhadap lingkungannya; ahli karikatur.
2. Aristoteles, hukum hanya sebagai kumpulan peraturan yang tidak hanya mengikat masyarakat tetapi juga hakim. Undang-undang adalah sesuatu yang berbeda dari bentuk dan isi konstitusi; karena kedudukan itulah undang-undang mengawasi hakim dalam melaksanakan jabatannya dalam menghukum orang-orang yang bersalah.
3. Austin, hukum adalah sebagai peraturan yang diadakan untuk memberi bimbingan kepada makhluk yang berakal oleh makhluk yang berakal yang berkuasa atasnya (Friedmann, 1993: 149).
4. Bellfoid, hukum yang berlaku di suatu masyarakat mengatur tata tertib masyarakat itu didasarkan atas kekuasaan yang ada pada masyarakat.
5. Mr. E.M. Mayers, hukum adalah semua aturan yang mengandung pertimbangan kesusilaan ditinjau kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat dan yang menjadi pedoman penguasa-penguasa negara dalam melakukan tugasnya.
6. Duguit, hukum adalah tingkah laku para anggota masyarakat, aturan yang daya penggunaannya pada saat tertentu diindahkan oleh suatu masyarakat sebagai jaminan dari kepentingan bersama terhadap orang yang melanggar peraturan itu.
7. Immanuel Kant, hukum adalah keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini kehendak dari orang yang satu dapat menyesuaikan dengan kehendak bebas dari orang lain memenuhi peraturan hukum tentang Kemerdekaan.
8. Van Kant, hukum adalah serumpun peraturan-peraturan yang bersifat memaksa yang diadakan untuk mengatur melindungi kepentingan orang dalam masyarakat.
9. Van Apeldoorn, hukum adalah gejala sosial tidak ada masyarakat yang tidak mengenal hukum maka hukum itu menjadi suatu aspek kebudayaan yaitu agama, kesusilaan, adat istiadat, dan kebiasaan.
10. S.M. Amir, S.H.: hukum adalah peraturan, kumpulan peraturan-peraturan yang terdiri dari norma-norma dan sanksi-sanksi.
11. E. Utrecht, menyebutkan: hukum adalah himpunan petunjuk hidup –perintah dan larangan– yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat, dan seharusnya ditaati oleh seluruh anggota masyarakat yang bersangkutan, oleh karena itu pelanggaran petunjuk hidup tersebut dapat menimbulkan tindakan oleh pemerintah atau penguasa itu.
12. M.H. Tirtaamidjata, S.H., bahwa hukum adalah semua aturan (norma) yang harus dituruti dalam tingkah laku tindakan-tindakan dalam pergaulan hidup dengan ancaman mesti mengganti kerugian jika melanggar aturan-aturan itu akan membahayakan diri sendiri atau harta, umpamanya orang akan kehilangan kemerdekaannya, didenda dan sebagainya.
13. J.T.C. Sumorangkir, S.H. dan Woerjo Sastropranoto, S.H. bahwa hukum itu ialah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat, yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan tadi berakibat diambilnya tindakan, yaitu dengan hukuman.
14. Soerojo Wignjodipoero, S.H. hukum adalah himpunan peraturan-peraturan hidup yang bersifat memaksa, berisikan suatu perintah larangan atau izin untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu atau dengan maksud untuk mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.
15. Dr. Soejono Dirdjosisworo, S.H. menyebutkan aneka arti hukum yang meliputi: (1) hukum dalam arti ketentuan penguasa (undang-udang, keputusan hakim dan sebagainya), (2) hukum dalam arti petugas-petugas-nya (penegak hukum), (3) hukum dalam arti sikap tindak, (4) hukum dalam arti sistem kaidah, (5) hukum dalam arti jalinan nilai (tujuan hukum), (6) hukum dalam arti tata hukum, (7) hukum dalam arti ilmu hukum, (8) hukum dalam arti disiplin hukum.
16. Dr. Soerjono Soekanto, S.H., M.A., dan Purnadi Purbacaraka, S.H. menyebutkan arti yang diberikan masyarakat pada hukum sebagai berikut:
a. Hukum sebagai ilmu pengetahuan, yakni pengetahuan yang tersusun secara sistematis atas dasar kekuatan pemikiran.
b. Hukum sebagai disiplin, yakni suatu sistem ajaran tentang kenyataan atau gejala-gejala yang dihadapi.
c. Hukum sebagai kaidah, yakni pedoman atau patokan sikap tindak atau perikelakuan yang pantas atau diharapkan.
d. Hukum sebagai tata hukum, yakni struktur dan proses perangkat kaidah-kaidah hukum yang berlaku pada suatu waktu.
e. Hukum sebagai petugas, yakni pribadi-pribadi yang merupakan kalangan yang berhubungan erat dengan penegakan hukum.
f. Hukum sebagai keputusan penguasa, yakni hasil proses diskresi yang menyangkut keputusan penguasa.
g. Hukum sebagai proses pemerintahan, yaitu proses hubungan timbal-balik antara unsur-unsur pokok sistem kenegaraan.
h. Hukum sebagai sikap tindak ajeg atau perikelakuan yang teratur, yaitu perikelakuan yang diulang-ulang dengan cara yang sama, yang bertujuan untuk mencapai kedamaian.
i. Hukum sebagai jalinan nilai-nilai, yaitu jalinan-jalinan dari konsepsi-konsepsi abstrak tentang apa yang siagap baik dan buruk.
17. Otje Salman, S.H.: dilihat dari kenyataan sehari-hari di lingkungan masyarakat mengartikan atau memberi arti pada hukum terlepas dar apakah itu benar atau keliru, sebagai berikut:
a. Hukum sebagai ilmu pengetahuan, diberikan oleh kalangan ilmuan.
b. Hukum sebagai disiplin, diberikan oleh filosof, teoritis dan politisi (politik hukum).
c. Hukum sebagai kaidah, diberikan oleh filosof, orang yang bijaksana.
d. Hukum sebagai Lembaga Sosial, diberika oleh filosof, ahli Sosiaologi Hukum.
e. Hukum sebagai tata hukum, diberikan oleh DPR. Dan eksekutif (di Indonesia).
f. Hukum sebagai petugas, diberikan oleh tukang beca, pedagang kaki lima.
g. Hukum sebagai keputusan penguasa, diberikan oleh atasan dan bawahan dalam suatu Instansi atau lembaga negara.
h. Hukum sebagai proses pemerintah, diberika oleh anggota dan pimpinan eksekutif.
i. Hukum sebagai sarana sistem pengandalian sosial, diberikan oleh para pembentuk dan pelaksana hukum.
j. Hukum sebagai sikap tindak atau perikelakuan ajeg, diberikan oleh anggota dan pemuka masyarakat.
k. Hukum sebagai nilai-nilai diberikan oleh filosof, teorotis (ahli yurisprudence).
l. Hukum sebagai seni, diberikan oleh mereka yang peka terhadap lingkungannya; ahli karikatur.
Penerapan Hukum di Indonesia
Hukum adalah
aturan secara resmi yang mengikat masyarakatnya berupa larangan-larangan dan
peraturan-peraturan yang di buat untuk mengatur masyarakat suatu negara. Hukum
juga dapat di artikan sebagai perantara utama dalam hubungan sosial antar
masyarakat terhadap kriminalisasi dalam hukum pidana dan perdata dan juga
sebagai perlindungan hak asasi manusia. Secara umum fungsi hukum adalah untuk
menertibkan dan mengatur masyarakat serta menyelesaikan masalah-masalah yang
timbul.
Hukum di
Indonesia adalah negara yang menganut sistem hukum campuran dengan sistem hukum
utama yaitu sistem hukum Eropa Kontinental. Sistem hukum Eropa Kontinental
adalah suatu sistem hukum dengan ciri-ciri adanya berbagai ketentuan-ketentuan
hukum dikodifikasi (dihimpun) secara sistematis yang akan ditafsirkan lebih
lanjut oleh hakim dalam penerapannya. Selain itu di Indonesia juga berlaku
sistem hukum adat dan sistem hukum agama yang mengikat masyarakatnya.
Hukum adat adalah seperangkat norma dan aturan yang
berlaku di suatu wilayah. Hukum adat cenderung masih mengandung unsur
kepercayaan terhadap nenek moyang di wilayah tersebut yang sulit untuk di
tinggalkan. Sedangkan hukum agama adalah sistem hukum yang berdasarkan
ketentuan agama tertentu yang terdapat dalam Kitab Suci masing-masing
agama.
Pada
pelaksanaan hukum maupun penegakan hukum di Indonesia masih tergolong memiliki
kelemahan yang di latarbelakangi oleh sanksi hukum. Secara keseluruhan bentuk
sanksi yang diterima oleh pelaku kejahatan yang merugikan banyak orang sering
tidak sebanding dengan kejahatan yang tergolong kecil. Meskipun kecil maupun
besar kejahatan tersebut tetap saja hal tersebut dapat di katakan sebagai
kejahatan yang harus di tegakan keadilannya. Sebagai contoh ketidaktegasan hukum
di Indonesia adalah hukum dapat di perjual belikan pada pihak yang mempunyai
kekuasaan. Tapi semua itu kembai ke diri kita masing-masing apakah kita sudah
mematuhi hukum sepenuhnya, kalau belum bagaimana kita mengubah negeri ini
sedangkan diri kita belum sepenuhnya menaati hukum yang berlaku.
Penegak
hukum di Indonesia yang mash terbilang lemah dan tidak tegas itu dapat kita
lihat dari kasus-kasus seperti kasus lalulintas, persidangan san yang sering
kita lihat di acara-acaran berita televisi. Begitu miris kita melihatnya dari
kesaksian maupun dari pihak penegak hukum yang sepertinya pura-pura tidak tahu
menahu tentang kebohongan yang para pelaku katakana. Tidak malukah penegak
hukum kita dengan kejadian tersebut, padahal mereka sadar hukum dan di sumpah untuk
berlaku jujur dalam menjalankan tugas mereka ddalam menegakkan hukum di
Indonesia.
Penerapan
Hukum di Bidang Teknik
Untuk penerapan hukum di bidang teknik, menurut saya pemerintah
telah membagi-bagi peraturan teknik yang amat luas ke bagian-bagian
teknik-teknik yang lebih spesifik, menurut saya ini membuat hukum dapat
dilakukan dengan tepat guna. sebagai contoh berikut salah satu pemfokusan
teknik di bidang pertambangan dan mineral yang disajikan sebagai berikut.
Tujuan diterbitkannya Peraturan Menteri
Energi Sumber Daya Mineral Nomor 7 Tahun 2012 Tentang Peningkatan Nilai Tambah
Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan Dan Pemurnian Mineral sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral Nomor 11 Tahun 2012
tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 7
Tahun 2012 Tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan
dan Pemurnian Mineral (“Permen ESDM tentang Kegiatan Pengolahan dan
Pemurnian Mineral”) adalah untuk melaksanakan ketentuan Pasal 96 dan Pasal
111 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha
Pertambangan Mineral dan Batubara sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah
Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan
Batubara (“PP tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba”).
Permen ESDM tentang Kegiatan Pengolahan
dan Pemurnian Mineral
Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Permen ESDM
tentang Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral, golongan komoditas tambang
mineral yang dapat ditingkatkan nilai tambahnya adalah:
1.
mineral logam;
2.
mineral bukan logam; atau
3.
batuan.
Selanjutnya, di dalam Pasal 3 ayat (1)
Permen ESDM tentang Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral diatur bahwa
peningkatan nilai tambah komoditas tambang dilaksanakan melalui kegiatan:
1.
pengolahan dan/atau pemurnian untuk komoditas tambang mineral logam
tertentu;
2.
pengolahan untuk komoditas tambang mineral bukan logam tertentu; dan
3.
pengolahan untuk komoditas tambang batuan tertentu.
Kegiatan pengolahan
dan/atau pemurnian sebagaimana dimaksud di atas ditetapkan batasan minimum
pengolahan dan/atau pemurnian berdasarkan atas pertimbangan sebagai berikut:
1.
memiliki sumber daya dan cadangan bijih dalam jumlah besar;
2.
untuk mendorong peningkatan kapasitas produksi logam di dalam negeri;
3.
teknologi pengolahan dan/atau pemurnian sudah pada tahap teruji;
4.
produk akhir pengolahan dan/atau pemurnian sebagai bahan baku industri
kimia dan pupuk dalam negeri;
5.
produk akhir sampingan hasil pengolahan dan/atau pemurnian untuk bahan baku
industri kimia dan pupuk dalam negeri;
6.
sebagai bahan baku industri strategis dalam negeri yang berbasis mineral;
7.
memberikan efek ganda baik secara ekonomi dan negara; dan/atau
8.
untuk meningkatkan penerimaan negara.
Setiap jenis komoditas
tambang mineral logam tertentu, mineral bukan logam dan batuan tertentu wajib
diolah dengan batasan minimum pengolahan yang telah ditetapkan di dalam
lampiran I, II dan III Permen ESDM tentang Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian
Mineral.
Pemegang Ijin Usaha Pertambangan (“IUP”)
Operasi Produksi mineral logam dan Ijin Usaha Pertambangan Khusus (“IUPK”)
Operasi Produksi mineral logam wajib melakukan pengolahan dan/atau pemurnian
hasil penambangan di dalam negeri untuk komoditas tambang mineral logam.
Pemegang IUP Operasi
Produksi mineral bukan logam dan batuan juga wajib melakukan pengolahan hasil
penambangan di dalam negeri untuk komoditas tambang mineral bukan logam dan
batuan.
Jika pemegang IUP
Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi tidak ekonomis untuk melakukan
sendiri pengolahan dan/atau pemurnian mineral, maka dapat melakukan kerja sama
pengolahan dan/atau pemurnian dengan pihak lain yang memiliki IUP Operasi
Produksi, IUPK Operasi Produksi, atau IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan
dan/atau pemurnian.
Kerja sama pengolahan
dan/atau pemurnian ini dapat berupa jual beli bijih atau konsentrat, kegiatan
untuk melakukan proses pengolahan dan/atau pemurnian, atau pembangunan bersama
sarana dan prasarana pengolahan dan/atau pemurnian. Rencana kerja sama
pengolahan dan/atau pemurnian tersebut hanya dapat dilaksanakan setelah
mendapatkan persetujuan dari Direktur Jenderal atas nama Menteri pertambangan
mineral sebagaimana disebutkan pada Pasal 8 Permen ESDM tentang Kegiatan
Pengolahan dan Pemurnian Mineral.
Namun bagi pemegang IUP Operasi Produksi
dan Ijin Perijinan Rakyat (“IPR”) yang diterbitkan sebelum berlakunya
Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral Nomor 7 Tahun 2012, dapat menjual
bijih (raw material atau ore) mineral ke luar negeri
apabila telah mendapatkan rekomendasi dari Menteri.
Rekomendasi dari Menteri
diberikan setelah pemegang IUP Operasi Produksi dan IPR memenuhi persyaratan
sebagai berikut:
1.
status IUP Operasi Produksi dan IPR Clear and Clean;
2.
melunasi kewajiban pembayaran keuangan kepada Negara;
3.
menyampaikan rencana kerja dan/atau kerjasama dalam pengolahan dan/atau
pemurnian mineral di dalam negeri; dan
4.
menandatangani pakta integritas.
Daftar
Pustaka
0 komentar:
Posting Komentar