This is default featured slide 1 title

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam. blogger theme by BTemplates4u.com.

This is default featured slide 2 title

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam. blogger theme by BTemplates4u.com.

This is default featured slide 3 title

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam. blogger theme by BTemplates4u.com.

This is default featured slide 4 title

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam. blogger theme by BTemplates4u.com.

This is default featured slide 5 title

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam. blogger theme by BTemplates4u.com.

Minggu, 30 November 2014

Kasus Ras dan Agama di Indonesia

MAKALAH ILMU SOSIAL DASAR
KASUS RAS DAN AGAMA DI INDONESIA













ABDUL HAKIM M
20414026
1IC03
UNIVERSITAS GUNDARMA









Kata Pengantar

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat serta izinnya kami telah menyelesaikan makalah ilmu sosial dasar yang berjudul “Kasus Ras dan Agama di Indonesia”.
Dalam  proses pendalaman materi ini, penulis menyatakan rasa terima kasihnya kepada Ibu Ratna Komala selaku dosen mata kuliah “Ilmu Sosial Dasar” serta teman-teman sekelas 1IC03 jurusan Teknik Mesin di Universitas Gunadarma yang telah banyak memberikan semangat serta masukannya dalam penyusunan makalah ini.

Demikian makalah ini saya buat dengan tujuan untuk memenuhi tugas mata pelajaran soft skill dan untuk menambah wawasan penulis serta pembaca sekalian.

Jakarta, 30 November 2014
Hormat kami,


(Penulis)

















KASUS RAS DAN AGAMA DI INDONESIA
Contoh kasus yang berkaitan dengan Ras dan Agama adalah kasus konflik ambon, saya akan memberikan detail kasus tersebut sebagai berikut.
Secara garis besar, konflik di Ambon dapat dibagi dalam empat babak yaitu:

Babak I: Januari-Maret 1999. Peristiwa diawali konflik antarpreman Batumerah (Muslim) dan Mardika (Kristen) pada tgl. 19 Januari 1999, dalam sekejab menimbulkan pertikaian antarkelompok agama dan sukubangsa, dan meledak menjadi kerusuhan besar di Ambon. Kerusuhan itu bahkan meluas ke seluruh Pulau Ambon. Kota dan desa-desa di Ambon bertebaran dengan puing-puing bangunan rumah ibadat, rumah tinggal dan toko yang dibakar serta diratakan dengan tanah. Kota Ambon dan sebagian desa-desa sekitarnya tersegregasi ketat dan terbagi dalam 2 wilayah: Islam dan Kristen. Pemerintah daerah, aparat keamanan, pemuka-pemuka agama dan adat kemudian sibuk melakukan upaya-upaya rekonsiliasi dengan mengadakan upacara panas pela dilakukan di sana-sini. Sejak akhir Maret sampai pertengahan Juli 1999, Ambon relatif reda dari kerusuhan besar.

Babak II: Juli-November 1999. Suasana Ambon tenang-tenang tegang bersama atraksi kampanye menjelang pemilu. Usai Pemilu, ketegangan meningkat dan tiba-tiba pecah di daerah Poka, dan meluas ke bagian lain di Ambon. Segregasi semakin ketat. Di Ambon hanya tersisa 1 desa (Wayame) yang masyarakatnya tetap berbaur. Sebutan merah diganti dengan Obet (Robert) dan putih menjadi Acang (Hasan).

Babak III: akhir Desember 1999-pertengahan Januari 2000. Memasuki bulan puasa, awal bulan Desember 1999, konflik mereda, namun setelah kunjungan Presiden dan Wakil Presiden pada akhir bulan Desember 1999 kerusuhan menguat. Selepas kunjungan Wapres berikutnya di bulan Januari 2000 terjadi lagi kerusuhan.

Babak IV: April 2000-Agustus 2000. Sejak Februari-Maret 2000, sebenarnya situasi di Ambon sudah tenang. Upaya rekonsiliasi dilakukan di beberapa tempat: di Jakarta (oleh tim rekonsiliasi pusat), di Belanda atas inisiatif dan undangan pemerintah Belanda, di Bali oleh Pemerintah Inggris lewat Perwakilan PBB, dan di atas kapal-kapal TNI-AL dalam program Surya Bhaskara Jaya (SBJ). Sehari setelah kunjungan Wakil Presiden ke Ambon dalam rangka program SBJ, diawali peristiwa makan Patita antara kelompok milisia Batumerah (Muslim) dengan Kudamati (Kristen, kerusuhan mulai merebak lagi dan menjadi berkepanjangan dengan cetusan berbagai dan di bulan Juni-Juli dengan adanya ribuan pasukan Jihad di Ambon. Sebagian desa-desa Kristen habis rata dengan tanah. Terdapat Jaringan Kerja Relawan. Relawan Muslim sangat sulit berkomunikasi dengan yang Kristen, karena takut terhadap tekanan dari jihad. Reaksi dari masyarakat Kristen lebih membutuhkan intervensi asing untuk pengamanan.

Dampak Yang Terjadi

Menurut saya dampak yang ditimbulkan dari peristiwa tersebut adalah:

  • Masyarakat belum merasa tidak aman sampai kasus ini tuntas
  • Rasa curiga antar masyarakat
  • Sulitnya terjadi kebersamaan
  • Pemerintah akan sulit bekerja karena rakyatnya terpecah-pecah
  • Negara lain akan melihat ini sebagai kegagalan negara ini dalam menangani kasus Ras dan Agama

Alternatif Penanggulangan

KEMENHAN sebagai pihak yang berwewenang ikut mengatasi masalah ini telah memberikan beberapa solusi, berikut ini penjabarannya.
Bila dicermati hingga saat ini konflik Maluku masih menyimpan “bara dalam sekam” hal ini perlu diwaspadai, walaupun situasi kehidupan masyarakat terlihat semakin kondusif. Eskalasi konflik di Maluku yang terjadi telah menimbulkan luka sosial dan luka psykologis yang dalam dan menjelma menjadi kebencian, rasa dendam, dan saling curiga ditengah-tengah kehidupan masyarakat. Kejadian ini menelan ribuan korban manusia dan harta benda yang tidak sedikit, sehingga kehidupan masyarakat berjalan tidak seimbang sebagaimana mestinya dalam tatanan kehidupan sosial bermasyarakat
            Secara umum kondisi kehidupan di Maluku terlihat relatif kondusif, tetapi bila dicermati secara mendalam masih tesisa luka sosial dan luka psykologis yang diderita masyarakat. Dalam usaha mencairkan sisa luka tersebut diperlukan suatu upaya rehabilitasi melalui perlakuan yang bijak dan komprehensif, Integral serta terpadu dari masyarakat dan menuntut seluruh elemen bangsa yang ada, baik dari pihak instansi/institusi pemerintah Pusat/Daerah, swasta, Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat, LSM, dan Masyarakat Maluku itu sendiri, sehingga harapan konflik di Maluku dapat selesai secara tuntas segara tewujud. Dalam memenuhi harapan tersebut perlu dilakukan upaya-upaya penanggulangan baik oleh pemerintah, aparat penegak hukum, aparat keamanan, tokoh masyarakat, tokoh agama dan masyarakat adalah sebagai berikut:
1 Pemerintah Pusat. Kebijakan Penanganan Konflik di Maluku oleh Pemerintah Pusat diharapkan melalui antara lain :
a Dalam menentukan kebijakan yang akan diambil dalam menangani konflik hendaknya melalui pendekatan Sosio-Psykology
Antropologi dan berusaha berlaku senetral dan seadil mungkin, sehingga tidak ada yang merasa dirugikan.
b. Kebijakan penyelesaian konflik yang menyangkut seluruh kehidupan masyarakat hendaknya ditangani secara tuntas, menyeluruh, terintegrasi dan terpadu dengan melibatkan seluruh instansi/institusi serta masyarakat.
c. Implementasi pananggulangan konflik hendaknya dapat dilihat secara jelas peran instansi/institusi terkait, tokoh agama, tokoh masyarakat dan tokoh adat serta masyarakat, agar tidak terjadi kesalahan persepsi dalam penyelesaian konflik ditengah-tengah kehidupan masyarakat. 
2 Pemerintah Daerah. Kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Daerah hendaknya berpegang dan mengacu kepada kebijakan yang telah dikeluarkan oleh Pemerintah Pusat, sehingga implementasi kebijakan Pemerintah Daerah dalam menanggulangi konflik sudah mempunyai legal-aspect secara institusi, yang antara lain :
a. Melakukan peningkatan koordinasi antar instansi, Tokoh agama, tokoh masyarakat dan tokoh adat dalam penanggulangan konflik yang terjadi serta berusaha memberikan kewenangan-kewenangan kepada instansi, Tokoh agama, tokoh masyarakat dan tokoh adat terkait sesuai dengan kompetensi masing-masing untuk menanggulangi/ mengatasi konflik yang terjadi.
b. Pemerintah Daerah mengadakan berbagai pertemuan-pertemuan dalam upaya menjalin komunikasi, persaudaraan dan tali silaturahmi di antara komunitas masyarakat baik itu komunitas yang berdasarkan agama (Islam atau Kristen) maupun berdasarkan pulau (tempat tinggal).
c. Mengajak Tokoh Agama, Tokoh Masyarakat dan Tokoh Adat ikut berperan serta dalam merumuskan kebijakan untuk menanggulangi/menangani konflik yang terjadi.
3. Aparat Penegak Hukum tidak terpancing emosi, terprovokasi ataupun larut dalam pertikaian/konflik, tidak memihak, berlaku yang adil dan memperhatikan Hak Asasi Manusia (HAM), sebagai berikut:
a Melengkapi aturan yang mampu untuk mendukung proses hukum yang adil dan netral.
b Membentuk aparat penegak hukum yang berwibawa dalam kualitas dan kuantitas yang cukup.
c Membentuk dan membangun masyarakat yang memiliki tingkat kesadaran hukum yang tinggi.
d Kasus yang terindikasi sebagai penyebab konflik hendaknya ditangani secara tuntas sampai dengan pemberian sangsi hukum yang sesuai.
 
4. Aparat Keamanan.
a. Aparat keamanan baik dari Kepolisian dan dari TNI dalam melaksanakan tugas menangani konflik hendaknya bersifat netral tanpa berpihak pada kelompok-kelompok yang bertikai, dan menerapkan aturan/prosedur penanganan yang berlaku meliputi penanganan secara preemtif, preventif, represif, sesuai skala konflik yang terjadi.
b. Melengkapi aturan yang mampu untuk mendukung keamanan dan ketertiban masyarakat.
c. Membentuk aparat keamanan yang berwibawa, berkualitas dan profesional.
 
5 Tokoh Agama. 
a. Dalam menyampaikan ajaran agama hendaknya tidak membanding-bandingkan antara agama yang dianut dengan agama yang lain, serta tidak berusaha mendiskriditkan agama lain.
b. Meningkatkan pemahaman dan penghayatan terhadap agama yang dipeluknya.
c. Berusaha untuk mengajak umatnya memahami keberadaan agama lain serta umat yang memeluknya.
d. Membangun toleransi dan kerukunan yang tinggi antar umat beragama.
 
6 Tokoh Masyarakat.
a. Mengajak masyarakat mengembangkan budaya lokal sebagai budaya nasional yang mampu mendukung dinamika pembangunan.
b. Mengembangkan budaya lokal agar berperan efektif dalam kehidupan masyarakat secara nasional.
c. Memperkenalkan budaya lokal kepada masyarakat baik masyarakat pendatang maupun masyarakat nasional serta masyarakat Internasional.
Kebijakan. 
            Bangsa Indonesia yang merupakan suatu bangsa yang besar menempatkan kesatuan dan persatuan dalam dasar negara serta menetapkannya berdasarkan undang-undang. Persatuan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara bagi bangsa Indonesia ditempatkan pada tempat yang sangat penting, sehingga persatuan dan kesatuan merupakan salah satu dasar serta sekaligus tolok ukur dalam upaya mempertahankan keutuhan NKRI.
            Atas dasar tersebut diatas maka rumusan kebijakan dalam penanggulangan konflik di Maluku adalah sebagai berikut : “Terwujudnya Penanggulangan Konflik Maluku melalui penerapan Aspek Sosio-psyco Antropologi, peningkatan kualitas SDM, peningkatan kesejahteraan masyarakat, peningkatan peran dan fungsi aparat pemerintahan serta peningkatan penegakkan hukum dalam rangka mempertahankan keutuhan NKRI”.
Strategi.
            Berdasarkan rumusan kebijakan tersebut diatas, maka strategi yang akan digunakan adalah sebagai berikut :
a. Melaksanakan penerapan Sosio-psyco Antropologi untuk tumbuh dan berkembangnya tata dan nilai kehidupan masyarakat Maluku melalui penelitian, pemahaman, implementasi dan sosialisasi guna mewujudkan satu kesatuan pola pikir, pola sikap dan pola tindak.
b. Melaksanakan peningkatan kualitas SDM untuk dimilikinya masyarakat yang profesional dibidangnya melalui pendidikan dan pelatihan guna mewujudkan SDM yang berdaya guna dan berhasil guna serta mampu bersaing dengan tenaga kerja lain.
c. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat untuk mewujudkan tingkat kehidupan masyarakat yang lebih baik, adil dan menyentuh seluruh lapisan masyarakat Maluku, melalui penelitian, menyiapkan SDM, menyiapkan lapangan kerja, ekonomi yang didasarkan pada ekonomi kerakyatan guna meningkatkan ekonomi masyarakat.
d. Meningkatkan peran dan fungsi aparat pemerintahan untuk dimilikinya aparat yang bersih, jujur, tidak diskriminatif melalui pembinaan personil, menata kembali peraturan perundang-undangan, reposisi, meningkatkan wawasan kebangsaan dan nasionalisme guna mewujudkan persatuan dan kesatuan serta dukungan masyarakat dalam mengakhiri konflik.
e. Menciptakan toleransi beragama yang berpegang pada konsep ketuhanan yang maha esa dengan saling menghargai keberadaan agama lain.
 
Upaya
Agar penanggulangan konflik Maluku dapat berhasil sehingga dapat menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), perlu dilakukan upaya-upaya sebagai berikut :
1. Strategi I. Melaksanakan penerapan Sosio-pysico Antropologi untuk tumbuh dan berkembangnya tata dan nilai kehidupan masyarakat Maluku melalui penelitian, pemahaman implementasi dan sosialisasi guna mewujud-kan satu kesatuan pola pikir, pola sikap dan pola tindak, dilakukan upaya sebagai berikut :
a. Pemerintah melalui pemerintah daerah dan institusi terkait lain serta Perguruan Tinggi yang ada melakukan inventarisasi dan penelitian sosial budaya, sosial ekonomi, tradisi dan adat yang ada di dalam kehidupan masyarakat sehingga diperoleh pemahaman yang lebih mendalam berkaitan dengan tata dan kehidupan masyarakat Maluku.
b. Pemerintah melalui pemerintah daerah dan institusi terkait lain serta sekolahan-sekolahan dan perguruan tinggi yang ada baik negeri maupun swasta menggali kembali, menumbuh kembangkan serta memelihara tradisi adat dan budaya daerah yang ada, baik melalui pendidikan dan latihan formal maupun non formal.
c. Pemerintah, Departemen Hukum dan HAM, Kementrian Politik Hukum dan Keamanan, Pemerintah Daerah serta institusi-institusi terkait, mengakomodir, mengatur kembali dan mensosialisasikan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan tradisi, adat istiadat dan budaya masyarakat Maluku serta mengawasi implementasi lapangannya.
d. Pemerintah melalui Kementerian Politik Hukum dan Keamanan, Departemen Pertahanan, Departemen Hukum dan HAM serta institusi lain terkait dengan melibatkan masyarakat yang terlibat dalam konflik untuk bertemu, berdialog, berkoordinasi dan kerjasama mencari akar permasalahan dan menyelesaikannya dengan cara musyawarah untuk menanggulangi konflik secara komprehensif, adil tidak ada yang dirugikan dan abadi.
2. Strategi II. Melaksanakan peningkatan kualitas SDM untuk dimilikinya masyarakat yang profesional dibidangnya melalui pendidikan dan pelatihan guna mewujudkan SDM yang berdaya guna dan berhasil guna serta mampu bersaing dengan tenaga lain, dilakukan melalui upaya sebagai berikut :
a Pemerintah melalui Departemen Pendidikan Nasional, Departemen dan institusi pemerintah maupun swasta yang terkait, sekolah dan perguruan tinggi baik negeri/swasta dengan melibatkan tokoh-tokoh masyarakat, agama maupun adat menginventarisasi, memperbaiki serta membangun sarana dan prasarana pendidikan yang dibutuhkan baik formal maupun non formal.
b Pemerintah melalui Departemen Pendidikan Nasional yang berkerjasama dengan Departemen Pertahanan dan Departemen/ institusi lain yang terkait serta sekolahan-sekolahan dan Perguruan Tinggi yang ada meningkatkan jam pengajaran  Departemen Pendidikan Nasional, Departemen Pertahanan, Kementerian Politik Hukum dan Keamanan, Departemen Agama serta Departemen/Institusi lain terkait dan tokoh-tokoh masyarakat serta agama melakukan pendidikan sosialisasi tentang wawasan kebangsaan dan Nasionalisme baik formal maupun non formal agar masyarakat mampu menghadapi bahkan melawan pengaruh-pengaruh maupun faham asing yang mengancam ataupun akan merusak persatuan dan kesatuan bangsa.
 
3. Strategi V. Meningkatkan penegakkan hukum untuk mewujudkan Supremasi Hukum melalui inventarisasi, Revisi, pendidikan, sosialisasi, dan implementasi guna mewujudkan tertib hukum, tidak adanya pelanggaran HAM, tindak kekerasan, pelanggaran HAM, tindakan diskriminatif serta adil dalam menyelesaikan semua masalah yang ada, khususnya konflik, dilakukan melalui upaya sebagai berikut :
a Pemerintah melalui Departemen Hukum dan HAM, Kementerian Politik Hukum dan Keamanan, Departemen Pertahanan, Departemen Dalam Negeri, Mabes TNI, POLRI serta institusi-institusi lain yang terkait menginventarisasi kembali peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan keamanan, Pertahanan, Terorisme, kepemilikan senjata dan amunisi selanjutnya menyempurnakan, mengganti peraturan perundang-undangan yang untuk peraturan perundang-undangan yang belum ada. Berkaitan dengan hal ini perlu diwaspadai adanya tumpang tindih kewenangan, tugas sampai dengan bunyi pasal yang dapat menimbulkan kerancuan serta persepsi lain.
b Pemerintah dalam hal ini Departemen Pertahanan, Departemen Pendidikan Nasional, Departemen dalam Negeri, Kementerian Politik Hukum dan Keamanan, Departemen Hukum dan Ham sertainstitusi lain yang terkait dan berwenang, mendidik, melatih, melakukan kursus bagi personilnya, anak didik serta masyarakat berkaitan dengan hukum dan HAM berikut tindakan ataupun sanksi hukum selanjutnya mensosialisasikan kepada seluruh masyarakat baik melalui jalan formal maupun non formal.


















Daftar Pustaka



Penerapan Hukum di Indonesia

MAKALAH ILMU SOSIAL DASAR
PENERAPAN HUKUM DI INDONESIA













ABDUL HAKIM M
20414026
1IC03
UNIVERSITAS GUNDARMA









Kata Pengantar

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat serta izinnya kami telah menyelesaikan makalah ilmu sosial dasar yang berjudul “Penerapan Hukum di Indonesia”.
Dalam  proses pendalaman materi ini, penulis menyatakan rasa terima kasihnya kepada Ibu Ratna Komala selaku dosen mata kuliah “Ilmu Sosial Dasar” serta teman-teman sekelas 1IC03 jurusan Teknik Mesin di Universitas Gunadarma yang telah banyak memberikan semangat serta masukannya dalam penyusunan makalah ini.

Demikian makalah ini saya buat dengan tujuan untuk memenuhi tugas mata pelajaran soft skill dan untuk menambah wawasan penulis serta pembaca sekalian.

Jakarta, 30 November 2014
Hormat kami,


(Penulis)

















Kali ini saya akan membahas tentang opini saya tentang penerapan hukum di Indonesia, walaupun hukum bukan bidang yang sedang saya tekuni, tapi saya akan mencoba menyalurkan apa pendapat saya di tugas saya kali ini.
Hukum menurut beberapa ahli adalah:
1. Plato, dilukiskan dalam bukunya Republik. Hukum adalah sistem peraturan-peraturan yang teratur dan tersusun baik yang mengikat masyarakat.

2. Aristoteles, hukum hanya sebagai kumpulan peraturan yang tidak hanya mengikat masyarakat tetapi juga hakim. Undang-undang adalah sesuatu yang berbeda dari bentuk dan isi konstitusi; karena kedudukan itulah undang-undang mengawasi hakim dalam melaksanakan jabatannya dalam menghukum orang-orang yang bersalah.

3. Austin, hukum adalah sebagai peraturan yang diadakan untuk memberi bimbingan kepada makhluk yang berakal oleh makhluk yang berakal yang berkuasa atasnya (Friedmann, 1993: 149).

4. Bellfoid, hukum yang berlaku di suatu masyarakat mengatur tata tertib masyarakat itu didasarkan atas kekuasaan yang ada pada masyarakat.

5. Mr. E.M. Mayers, hukum adalah semua aturan yang mengandung pertimbangan kesusilaan ditinjau kepada tingkah laku manusia dalam masyarakat dan yang menjadi pedoman penguasa-penguasa negara dalam melakukan tugasnya.

6. Duguit, hukum adalah tingkah laku para anggota masyarakat, aturan yang daya penggunaannya pada saat tertentu diindahkan oleh suatu masyarakat sebagai jaminan dari kepentingan bersama terhadap orang yang melanggar peraturan itu.

7. Immanuel Kant, hukum adalah keseluruhan syarat-syarat yang dengan ini kehendak dari orang yang satu dapat menyesuaikan dengan kehendak bebas dari orang lain memenuhi peraturan hukum tentang Kemerdekaan.

8. Van Kant, hukum adalah serumpun peraturan-peraturan yang bersifat memaksa yang diadakan untuk mengatur melindungi kepentingan orang dalam masyarakat.

9. Van Apeldoorn, hukum adalah gejala sosial tidak ada masyarakat yang tidak mengenal hukum maka hukum itu menjadi suatu aspek kebudayaan yaitu agama, kesusilaan, adat istiadat, dan kebiasaan.

10. S.M. Amir, S.H.: hukum adalah peraturan, kumpulan peraturan-peraturan yang terdiri dari norma-norma dan sanksi-sanksi.

11. E. Utrecht, menyebutkan: hukum adalah himpunan petunjuk hidup –perintah dan larangan– yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat, dan seharusnya ditaati oleh seluruh anggota masyarakat yang bersangkutan, oleh karena itu pelanggaran petunjuk hidup tersebut dapat menimbulkan tindakan oleh pemerintah atau penguasa itu.

12. M.H. Tirtaamidjata, S.H., bahwa hukum adalah semua aturan (norma) yang harus dituruti dalam tingkah laku tindakan-tindakan dalam pergaulan hidup dengan ancaman mesti mengganti kerugian jika melanggar aturan-aturan itu akan membahayakan diri sendiri atau harta, umpamanya orang akan kehilangan kemerdekaannya, didenda dan sebagainya.

13. J.T.C. Sumorangkir, S.H. dan Woerjo Sastropranoto, S.H. bahwa hukum itu ialah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat, yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan tadi berakibat diambilnya tindakan, yaitu dengan hukuman.

14. Soerojo Wignjodipoero, S.H. hukum adalah himpunan peraturan-peraturan hidup yang bersifat memaksa, berisikan suatu perintah larangan atau izin untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu atau dengan maksud untuk mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.

15. Dr. Soejono Dirdjosisworo, S.H. menyebutkan aneka arti hukum yang meliputi: (1) hukum dalam arti ketentuan penguasa (undang-udang, keputusan hakim dan sebagainya), (2) hukum dalam arti petugas-petugas-nya (penegak hukum), (3) hukum dalam arti sikap tindak, (4) hukum dalam arti sistem kaidah, (5) hukum dalam arti jalinan nilai (tujuan hukum), (6) hukum dalam arti tata hukum, (7) hukum dalam arti ilmu hukum, (8) hukum dalam arti disiplin hukum.

16. Dr. Soerjono Soekanto, S.H., M.A., dan Purnadi Purbacaraka, S.H. menyebutkan arti yang diberikan masyarakat pada hukum sebagai berikut:

a. Hukum sebagai ilmu pengetahuan, yakni pengetahuan yang tersusun secara sistematis atas dasar kekuatan pemikiran.

b. Hukum sebagai disiplin, yakni suatu sistem ajaran tentang kenyataan atau gejala-gejala yang dihadapi.

c. Hukum sebagai kaidah, yakni pedoman atau patokan sikap tindak atau perikelakuan yang pantas atau diharapkan.

d. Hukum sebagai tata hukum, yakni struktur dan proses perangkat kaidah-kaidah hukum yang berlaku pada suatu waktu.

e. Hukum sebagai petugas, yakni pribadi-pribadi yang merupakan kalangan yang berhubungan erat dengan penegakan hukum.

f. Hukum sebagai keputusan penguasa, yakni hasil proses diskresi yang menyangkut keputusan penguasa.

g. Hukum sebagai proses pemerintahan, yaitu proses hubungan timbal-balik antara unsur-unsur pokok sistem kenegaraan.

h. Hukum sebagai sikap tindak ajeg atau perikelakuan yang teratur, yaitu perikelakuan yang diulang-ulang dengan cara yang sama, yang bertujuan untuk mencapai kedamaian.

i. Hukum sebagai jalinan nilai-nilai, yaitu jalinan-jalinan dari konsepsi-konsepsi abstrak tentang apa yang siagap baik dan buruk.

17. Otje Salman, S.H.: dilihat dari kenyataan sehari-hari di lingkungan masyarakat mengartikan atau memberi arti pada hukum terlepas dar apakah itu benar atau keliru, sebagai berikut:

a. Hukum sebagai ilmu pengetahuan, diberikan oleh kalangan ilmuan.

b. Hukum sebagai disiplin, diberikan oleh filosof, teoritis dan politisi (politik hukum).

c. Hukum sebagai kaidah, diberikan oleh filosof, orang yang bijaksana.

d. Hukum sebagai Lembaga Sosial, diberika oleh filosof, ahli Sosiaologi Hukum.

e. Hukum sebagai tata hukum, diberikan oleh DPR. Dan eksekutif (di Indonesia).

f. Hukum sebagai petugas, diberikan oleh tukang beca, pedagang kaki lima.

g. Hukum sebagai keputusan penguasa, diberikan oleh atasan dan bawahan dalam suatu Instansi atau lembaga negara.

h. Hukum sebagai proses pemerintah, diberika oleh anggota dan pimpinan eksekutif.

i. Hukum sebagai sarana sistem pengandalian sosial, diberikan oleh para pembentuk dan pelaksana hukum.

j. Hukum sebagai sikap tindak atau perikelakuan ajeg, diberikan oleh anggota dan pemuka masyarakat.

k. Hukum sebagai nilai-nilai diberikan oleh filosof, teorotis (ahli yurisprudence).

l. Hukum sebagai seni, diberikan oleh mereka yang peka terhadap lingkungannya; ahli karikatur.
Penerapan Hukum di Indonesia
Hukum adalah aturan secara resmi yang mengikat masyarakatnya berupa larangan-larangan dan peraturan-peraturan yang di buat untuk mengatur masyarakat suatu negara. Hukum juga dapat di artikan sebagai perantara utama dalam hubungan sosial antar masyarakat terhadap kriminalisasi dalam hukum pidana dan perdata dan juga sebagai perlindungan hak asasi manusia. Secara umum fungsi hukum adalah untuk menertibkan dan mengatur masyarakat serta menyelesaikan masalah-masalah yang timbul.
Hukum di Indonesia adalah negara yang menganut sistem hukum campuran dengan sistem hukum utama yaitu sistem hukum Eropa Kontinental. Sistem hukum Eropa Kontinental adalah suatu sistem hukum dengan ciri-ciri adanya berbagai ketentuan-ketentuan hukum dikodifikasi (dihimpun) secara sistematis yang akan ditafsirkan lebih lanjut oleh hakim dalam penerapannya. Selain itu di Indonesia juga berlaku sistem hukum adat dan sistem hukum agama yang mengikat masyarakatnya.
Hukum adat adalah seperangkat norma dan aturan yang berlaku di suatu wilayah. Hukum adat cenderung masih mengandung unsur kepercayaan terhadap nenek moyang di wilayah tersebut yang sulit untuk di tinggalkan. Sedangkan hukum agama adalah sistem hukum yang berdasarkan ketentuan agama tertentu yang terdapat dalam Kitab Suci masing-masing agama.
Pada pelaksanaan hukum maupun penegakan hukum di Indonesia masih tergolong memiliki kelemahan yang di latarbelakangi oleh sanksi hukum. Secara keseluruhan bentuk sanksi yang diterima oleh pelaku kejahatan yang merugikan banyak orang sering tidak sebanding dengan kejahatan yang tergolong kecil. Meskipun kecil maupun besar kejahatan tersebut tetap saja hal tersebut dapat di katakan sebagai kejahatan yang harus di tegakan keadilannya. Sebagai contoh ketidaktegasan hukum di Indonesia adalah hukum dapat di perjual belikan pada pihak yang mempunyai kekuasaan. Tapi semua itu kembai ke diri kita masing-masing apakah kita sudah mematuhi hukum sepenuhnya, kalau belum bagaimana kita mengubah negeri ini sedangkan diri kita belum sepenuhnya menaati hukum yang berlaku.
Penegak hukum di Indonesia yang mash terbilang lemah dan tidak tegas itu dapat kita lihat dari kasus-kasus seperti kasus lalulintas, persidangan san yang sering kita lihat di acara-acaran berita televisi. Begitu miris kita melihatnya dari kesaksian maupun dari pihak penegak hukum yang sepertinya pura-pura tidak tahu menahu tentang kebohongan yang para pelaku katakana. Tidak malukah penegak hukum kita dengan kejadian tersebut, padahal mereka sadar hukum dan di sumpah untuk berlaku jujur dalam menjalankan tugas mereka ddalam menegakkan hukum di Indonesia.
Penerapan Hukum di Bidang Teknik
Untuk penerapan hukum di bidang teknik, menurut saya pemerintah telah membagi-bagi peraturan teknik yang amat luas ke bagian-bagian teknik-teknik yang lebih spesifik, menurut saya ini membuat hukum dapat dilakukan dengan tepat guna. sebagai contoh berikut salah satu pemfokusan teknik di bidang pertambangan dan mineral yang disajikan sebagai berikut.
Tujuan diterbitkannya Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral Nomor 7 Tahun 2012 Tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan Dan Pemurnian Mineral sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral Nomor 11 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 7 Tahun 2012 Tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral (“Permen ESDM tentang Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral”) adalah untuk melaksanakan ketentuan Pasal 96 dan Pasal 111 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2012 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (“PP tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba”).
Permen ESDM tentang Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral
Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Permen ESDM tentang Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral, golongan komoditas tambang mineral yang dapat ditingkatkan nilai tambahnya adalah:
1.    mineral logam;
2.    mineral bukan logam; atau
3.    batuan.
Selanjutnya, di dalam Pasal 3 ayat (1) Permen ESDM tentang Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral diatur bahwa peningkatan nilai tambah komoditas tambang dilaksanakan melalui kegiatan:
1.    pengolahan dan/atau pemurnian untuk komoditas tambang mineral logam tertentu;
2.    pengolahan untuk komoditas tambang mineral bukan logam tertentu; dan
3.    pengolahan untuk komoditas tambang batuan tertentu.
Kegiatan pengolahan dan/atau pemurnian sebagaimana dimaksud di atas ditetapkan batasan minimum pengolahan dan/atau pemurnian berdasarkan atas pertimbangan sebagai berikut:
1.    memiliki sumber daya dan cadangan bijih dalam jumlah besar;
2.    untuk mendorong peningkatan kapasitas produksi logam di dalam negeri;
3.    teknologi pengolahan dan/atau pemurnian sudah pada tahap teruji;
4.    produk akhir pengolahan dan/atau pemurnian sebagai bahan baku industri kimia dan pupuk dalam negeri;
5.    produk akhir sampingan hasil pengolahan dan/atau pemurnian untuk bahan baku industri kimia dan pupuk dalam negeri;
6.    sebagai bahan baku industri strategis dalam negeri yang berbasis mineral;
7.    memberikan efek ganda baik secara ekonomi dan negara; dan/atau
8.    untuk meningkatkan penerimaan negara.
Setiap jenis komoditas tambang mineral logam tertentu, mineral bukan logam dan batuan tertentu wajib diolah dengan batasan minimum pengolahan yang telah ditetapkan di dalam lampiran I, II dan III Permen ESDM tentang Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral.
Pemegang Ijin Usaha Pertambangan (“IUP”) Operasi Produksi mineral logam dan Ijin Usaha Pertambangan Khusus (“IUPK”) Operasi Produksi mineral logam wajib melakukan pengolahan dan/atau pemurnian hasil penambangan di dalam negeri untuk komoditas tambang mineral logam.
Pemegang IUP Operasi Produksi mineral bukan logam dan batuan juga wajib melakukan pengolahan hasil penambangan di dalam negeri untuk komoditas tambang mineral bukan logam dan batuan.
Jika pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi tidak ekonomis untuk melakukan sendiri pengolahan dan/atau pemurnian mineral, maka dapat melakukan kerja sama pengolahan dan/atau pemurnian dengan pihak lain yang memiliki IUP Operasi Produksi, IUPK Operasi Produksi, atau IUP Operasi Produksi khusus untuk pengolahan dan/atau pemurnian.
Kerja sama pengolahan dan/atau pemurnian ini dapat berupa jual beli bijih atau konsentrat, kegiatan untuk melakukan proses pengolahan dan/atau pemurnian, atau pembangunan bersama sarana dan prasarana pengolahan dan/atau pemurnian. Rencana kerja sama pengolahan dan/atau pemurnian tersebut hanya dapat dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan dari Direktur Jenderal atas nama Menteri pertambangan mineral sebagaimana disebutkan pada Pasal 8 Permen ESDM tentang Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral.
Namun bagi pemegang IUP Operasi Produksi dan Ijin Perijinan Rakyat (“IPR”) yang diterbitkan sebelum berlakunya Peraturan Menteri Energi Sumber Daya Mineral Nomor 7 Tahun 2012, dapat menjual bijih (raw material atau ore) mineral ke luar negeri apabila telah mendapatkan rekomendasi dari Menteri.
Rekomendasi dari Menteri diberikan setelah pemegang IUP Operasi Produksi dan IPR memenuhi persyaratan sebagai berikut:
1.    status IUP Operasi Produksi dan IPR Clear and Clean;
2.    melunasi kewajiban pembayaran keuangan kepada Negara;
3.    menyampaikan rencana kerja dan/atau kerjasama dalam pengolahan dan/atau pemurnian mineral di dalam negeri; dan
4.    menandatangani pakta integritas.






Daftar Pustaka


Hubungan Individu, Keluarga dan Masyarakat

MAKALAH ILMU SOSIAL DASAR
HUBUNGAN ANTARA INDIVIDU, KELUARGA DAN MASYARAKAT













ABDUL HAKIM M
20414026
1IC03
UNIVERSITAS GUNDARMA









Kata Pengantar

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas rahmat serta izinnya kami telah menyelesaikan makalah ilmu sosial dasar yang berjudul “Hubungan Individu, Keluarga dan Masyarakat”.
Dalam  proses pendalaman materi ini, penulis menyatakan rasa terima kasihnya kepada Ibu Ratna Komala selaku dosen mata kuliah “Ilmu Sosial Dasar” serta teman-teman sekelas 1IC03 jurusan Teknik Mesin di Universitas Gunadarma yang telah banyak memberikan semangat serta masukannya dalam penyusunan makalah ini.

Demikian makalah ini saya buat dengan tujuan untuk memenuhi tugas mata pelajaran soft skill dan untuk menambah wawasan penulis serta pembaca sekalian.

Jakarta, 30 November 2014
Hormat kami,


(Penulis)


















Hubungan antar Individu, Keluarga dan Masyarakat
Pengertian
Individu menurut konsep Sosiologis berarti manusia yang hidup berdiri sendiri. Individu sebagai mahkluk ciptaan Allah S.W.T di dalam dirinya selalu dilengkapi oleh kelengkapan hidup yang meliputi raga, rasa, rasio, dan rukun. 

Individu dengan keluarga, hubungan ini sangatlah mutlak. Dikarenakan individu terlahir dari keluarga, tumbuh dan berkembang dalam keluarga yang suatu saat individu ini akan membentuk keluarganya sendiri. Peran individu dalam keluarga merupakan resultan dari relasi biologis, psikologis dan sosial. Relasi khusus ini mencangkup kebudayaan lingkungan keluarga yang dinyatakan melalui bahasa (adat-istiadat, kebiasaan, norma-norma, dan nilai-nilai agama). 

Individu dengan masyarakat, hubungan ini adalah tahap selanjutnya dari seseorang yang telah mempelajari cara berinteraksi yang telah diajarkan dalam keluarga. Dalam hal ini, individu memasuki suatu ruang lingkup yang sangat luas karena terdapat individu yang berbeda dan berasal dari berbagai daerah/komunitas. Masyarakat itu bersifat makro. Sifat makro diperoleh dari kenyataan, bahwa masyarakat pada hakiaktnya terdiri dari sekian banyak komunias yang berbeda, sekaligus mencakup berbagai macam keluarga, lembaga dan individu – individu.

Menurut saya, terkadang adapula hubungan yang terjadi antara Individu dengan Keluarga atau Masyarakat seperti contoh dibawah ini :

>Bersifat Positif
Individu dengan Keluarga
- Saling menutupi kekurangan antar anggota keluarga
- Saling membantu untuk mempertahankan keharmonisan keluarga
- Saling melindungi dan memberikan kasih sayang ke keluarga
Individu dengan Masyarakat
- Saling gotong royong
- Ikut serta dalam membantu orang yang terkena musibah
- Ikut serta dalam menjaga lingkungan

>Bersifat Negatif
Individu dengan Keluarga
- Memaksakan kehendak/keinginan sendiri
- Melakukan kekerasan dalam keluarga
- Tidak peduli bila ada anggota keluarga minta bantuan
Individu dengan Masyarakat
- Melakukan tindakan kriminal
- Perkelahian antar kelompok
- Tidak mempedulikan kelompok lain dan hanya mementingkan kelompok sendiri untuk keuntungan pribadi


A.    Pertumbuhan Individu / manusia
Pengertian pertumbuhana individu / manusia :
      Terjadinya perubahan pada seseorang secara tahap demi tahap karena pengaruh baik dari pengalamaan atau empire luar melalui panca indra yang menimbulkan pengalaman dalam mengenai keadaan batin sendiri yang menimbulkan reflexions.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan invidu:
1.      Faktor Natavistik
Faktor yang dibawa sejak lahir.
2.      Faktor pendiri Emperistik dan Environmentalistik
Pertumbuhan individu semata-mata tergantung pada lingkungan sedang dasar tidak berperan sama sekali.
3.      Faktor pendiri konvengsi dan interaksionisme
a.       Konsepsi konvergensi yaitu menganggap pertumbuhan individu itu ditentukan oleh dasar (bakat) dan lingkungan,
b.      Konsepsi Interaksionisme
Yang berbanding dinamis yang menyatakan bahwa interaksi antara dasar dan lingkungan dapat menentukan individu.

B.     Fungsi Keluarga
1.      Menjelaskan pengertian keluarga
            Keluarga (bahasa Sanskerta: “kulawarga”; “ras” dan “warga” yang berarti “anggota”) adalah lingkungan yang terdapat beberapa orang yang masih memiliki hubungan darah.
            Keluarga sebagai kelompok sosial terdiri dari sejumlah individu, memiliki hubungan antar individu, terdapat ikatan, kewajiban, tanggung jawab di antara individu tersebut.
2.      Fungsi Keluarga
Fungsi keluarga menurut Friedman 1998 (dalam Setiawati & Santun, 2008) adalah :
a.       Fungsi Afektif
      Fungsi afektif adalah fungsi internal keluarga sebagai dasar kekuatan keluarga. Didalamnya terkait dengan saling mengasihi, saling mendukung dan saling menghargai antar anggota kelurga.
b.      Fungsi Sosialisasi
      Fungsi sosialisasi adalah fungsi yang mengembangkan proses interaksi dalam keluarga. Sosialisasi dimulai sejak lahir dan keluarga merupakan tempat individu untuk belajar bersosialisasi
c.       Fungsi Reproduksi
      Fungsi reproduksi adalah fungsi keluarga untuk meneruskan kelangsungan keturunan dan menambah sumber daya manusia.
d.      Fungsi Ekomomi
      Fungsi ekonomi adalah fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggota keluarganya yaitu: sandang, pangan dan papan.
e.       Fungsi Perawatan Kesehatan
      Fungsi perawatan kesehatan adalah fungsi keluarga untuk mencegah terjadinya masalah kesehatan dan merawat anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan.

C.     Individu, Keluarga dan Masyarakat
1.      Pengertian Keluarga
            Keluarga adalah sekelompok orang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan yang tinggal bersama dan makan dari satu dapur yang tidak terbatas pada orang-orang yang mempunyai hubungan darah saja, atau seseorang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan yang mengurus keperluan hidupnya sendiri.
            Keluarga berasal dari bahasa Sansekerta: kula dan warga “kulawarga” yang berarti “anggota” “kelompok kerabat”. Keluarga adalah lingkungan di mana beberapa orang yang masih memiliki hubungan darah, bersatu. Keluarga inti ”nuclear family” terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak mereka.


a.       Pengertian Keluarga
1)      Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan. (Menurut Departemen Kesehatan RI 1998).
2)      Kumpulan beberapa orang yang karena terikat oleh satu turunan lalu mengerti dan merasa berdiri sebagai satu gabungan yang hakiki, esensial, enak dan berkehendak bersama-sama memperteguh gabungan itu untuk memuliakan masing-masing anggotanya. (Ki Hajar Dewantara).
3)      Keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidupnya dalam suatu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan didalam perannya masing-masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan.(Menurut Salvicion dan Ara Celis).
b.      Dari pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa keluarga adalah :
1)      Unit terkecil dari masyarakat
2)      Terdiri atas 2 orang atau lebih
3)      Adanya ikatan perkawinan atau pertalian darah
4)      Hidup dalam satu rumah tangga
5)      Di bawah asuhan seseorang kepala rumah tangga
6)      Berinteraksi diantara sesama anggota keluarga
7)      Setiap anggota keluarga mempunyai peran masing-masing
8)      Diciptakan, mempertahankan suatu kebudayaan

2.      Menyebutkan Golongan-golongan Masyarakat
a.       Golongan Atas
b.      Golongan Menengah
c.       Golongan Bawah
  
3.      Membedakan Antara Keluarga Masyarakat Industri Dan Non Industri
a.       Masyarakat Non Industri
      Kita telah tahu secara garis besar bahwa , kelompok nasional atau organisasi kemasyarakatan non industri dapat digolongkan menjadi dua golongan, yaitu kelompok primer (primary group) dan kelompok sekunder (secondary group).
1)      Kelompok primer
            Dalam kelompok primer, interaksi antar anggota terjalin lebih intensif, lebih erat, lebih akrab. Di karenakan para anggota kelompok sering berdialog, bertatap muka, sehingga mereka mengenal lebih dekat, lebih akrab. dalam kelompok-kelompok primer bercorak kekeluargaan dan lebih berdasarkan simpati. Pembagian kerja atau pembagian tugas pada kelompok menerima serta menjalankan tugas tidak secara paksa, lebih dititik beratkan pada kesadaran, tanggung jawab para anggota dan berlangsung atas dasar rasasimpati dan secara sukarela.
            Contoh-contoh kelompok primer, antara lain: keluarga, rukun tetangga, kelompok belajar, kelompok agama, dan lain sebagainya.
2)      Kelompok sekunder
            Antara anggota kelompok sekunder, terpaut saling hubungan tak Iangsung, formal, juga kurang bersifat kekeluargaan. Oleh karena yaitu, sifat interaksi, pembagian kerja, pembagian kerja antaranggota kelompok di atur atas dasar pertimbangan-pertimbangan rasional, obyektif.
            Para anggota menerima pembagian kerja/pembagian tugas atas dasar kemampuan; keahlian tertentu, di samping dituntut dedikasi. Hal-hal semacam itu diperlukan untuk mencapai target dan tujuan tertentu yang telah di flot dalam program-program yang telah sama-sama disepakati. Contoh-contoh kelompok sekunder, misalnya: partai politik, perhimpunan serikat kerja/serikat buruh, organisasi profesi dan sebagainya. Berlatar belakang dari pengertian resmi dan tak resmi, maka tumbuh dan berkembang kelompok formal (formal group) atau lebih akrab dengan sebutan kelompok resmi, dan kelompok tidak resmi (informal group). Inti perbedaan yang terjadi adalah: Kelompok tidak resmi (informal group) tidak berstatus resmi dan tidak didukung oleh Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah tangga (ART) seperti yang lazim berlaku pada kelompok resmi.
            Namun demikian, kelompok tidak resmi juga mempunyai pembagian kerja, peranan-peranan serta hirarki tertentu, norma-norma tertentu sebagai pedoman tingkah laku para anggota beserta konvensi-konvensinya. Tetapi hal ini tidak dirumuskan secara tegas dan tertulis seperti pada kelompok resmi (W.A. Gerungan, 1980 : 91).
            Contoh: Semua kelompok sosial, perkumpulan-perkumpulan, atau organisasi-organisasi kemasyarakatan yang memiliki anggota kelompok tidak resmi.
b.      Masyarakat Industri
      Durkheim mempergunakan variasi pembangian kerja sebagai dasar untuk mengklasifikasikan masyarakat, sesuai dengan taraf perkembangannya. Akan tetapi is lebih cenderung mempergunakan dua taraf klasifikasi, yaitu yang sederhana dan yang kompleks. Masyarakat-masyarakat yang berada di tengah kedua eksterm tadi diabaikannya (Soerjono Soekanto, 1982 : 190).
      Jika pembagian kerja bertambah kompleks, suatu tanda bahwa kapasitas masyarakat semakin tinggi. Solidaritas didasarkan pada hubungan saling ketergantungan antara kelompok-kelompok masyarakat yang telah terkenal pengkhususan. Otonomi sejenis, juga menjadi ciri dari bagian/ kelompok-kelompok masyarakat industri. Otonomi sejenis dapat diartikan dengan kepandaian/keahlian khusus yang dimiliki seseorang secara mandiri, sampai pada batas-batas tertentu.
      Contoh-contoh: tukang roti, tukang sepatu,tukang bubut, tukang las, ahli mesin, ahli listrik dan ahli dinamo, mereka dapat bekerja secara mandiri. Dengan timbulnya spesialisasi fungsional, makin berkurang pula ide-ide kolektif untuk diekspresikan dan dikerjakan bersama. Dengan demikian semakin kompleks pembagian kerja, semakin banyak timbul kepribadian individu. Sudah barang tentu masyarakat sebagai keseluruhan memerlukan derajat integrasi yang serasi. Akan tetapi hanya akan sampai pada batas tertentu, sesuai dengan bertambahnya individualisme.


D.    Hubungan Antara Individu, Keluarga Dan Masyarakat
1.      Menjelaskan Makna Individu
            Terjadinya perubahan pada seseorang secara tahap demi tahap karena pengaruh baik dari pengalamaan atau empire luar melalui panca indra yang menimbulkan pengalaman dalam mengenai keadaan batin sendiri yang menimblkan reflexions.
2.      Menjelaskan Makna Keluarga
            Keluarga adalah sekelompok orang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan yang tinggal bersama dan makan dari satu dapur yang tidak terbatas pada orang-orang yang mempunyai hubungan darah saja, atau seseorang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan yang mengurus keperluan hidupnya sendiri.
3.      Menjelaskan Makna Masyarakat
            Sebagaimana telah banyak diketahui, bahwa masyarakat merupakan kategori yang paling umum untuk menyebut suatu kumpulan manusia yang saling berinteraksi secara kontinyu dalam suatu wilayah atau tempat dengan batas-batas geografik, sosial, atau kultural yang tertentu. Menjelaskan Hubungan Antara Individu, Keluarga Dan Masyarakat
4.      Hubungan individu dengan keluarga
            Individu memiliki hubungan yang erat dengan keluarga, yaitu dengan ayah, ibu, kakek, nenek, paman, bibi, kakak, dan adik. Hubungan ini dapat dilandasi oleh nilai, norma dan aturan yang melekat pada keluarga yang bersangkutan.
            Dengan adanya hubungan keluarga ini, individu pada akhirnya memiliki hak dan kewajiban yang melekat pada dirinya dalam keluarga.
5.      Hubungan individu dengan masyarakat
            Hubungan individu dengan masyarakat terletak dalam sikap saling menjungjung hak dan kewajiban manusia sebagai individu dan manusia sebagai makhluk sosial. Mana yang menjadi hak individu dan hak masyarakat hendaknya diketahui dengan mendahulukan hak masyarakat daripada hak individu. Gotong royong adalah hak masyarakat, sedangkan rekreasi dengan keluarga, hiburan, shopping adalah hak individu yang semestinya lebih mengutamakan hak masyarakat.


E.     Urbanisasi
      Urbanisasi adalah perpindahan penduduk dari desa ke kota. Urbanisasi adalah masalah yang cukup serius bagi kita semua. Persebaran penduduk yang tidak merata antara desa dengan kota akan menimbulkan berbagai permasalahan kehidupan sosial kemasyarakatan. Jumlah peningkatan penduduk kota yang signifikan tanpa didukung dan diimbangi dengan jumlah lapangan pekerjaan, fasilitas umum, aparat penegak hukum, perumahan, penyediaan pangan, dan lain sebagainya tentu adalah suatu masalah yang harus segera dicarikan jalan keluarnya.
      Berbeda dengan perspektif ilmu kependudukan, definisi Urbanisasi berarti persentase penduduk yang tinggal di daerah perkotaan. Perpindahan manusia dari desa ke kota hanya salah satu penyebab urbanisasi. perpindahan itu sendiri dikategorikan 2 macam, yakni: Migrasi Penduduk dan Mobilitas Penduduk. Migrasi penduduk adalah perpindahan penduduk dari desa ke kota yang bertujuan untuk tinggal menetap di kota. Sedangkan Mobilitas Penduduk berarti perpindahan penduduk yang hanya bersifat sementara saja atau tidak menetap.
      Untuk mendapatkan suatu niat untuk hijrah atau pergi ke kota dari desa, seseorang biasanya harus mendapatkan pengaruh yang kuat dalam bentuk ajakan, informasi media massa, impian pribadi, terdesak kebutuhan ekonomi, dan lain sebagainya.
      Pengaruh-pengaruh tersebut bisa dalam bentuk sesuatu yang mendorong, memaksa atau faktor pendorong seseorang untuk urbanisasi, maupun dalam bentuk yang menarik perhatian atau faktor penarik. Di bawah ini adalah beberapa atau sebagian contoh yang pada dasarnya dapat menggerakkan seseorang untuk melakukan urbanisasi perpindahan dari pedesaaan ke perkotaan.
1.      Faktor Penarik Terjadinya Urbanisasi
a.       Kehidupan kota yang lebih modern
b.      Sarana dan prasarana kota lebih lengkap
c.       Banyak lapangan pekerjaan di kota
d.      Pendidikan sekolah dan perguruan tinggi lebih baik dan berkualitas
2.      Faktor Pendorong Terjadinya Urbanisasi
a.       Lahan pertanian semakin sempit
b.      Merasa tidak cocok dengan budaya tempat asalnya
c.       Menganggur karena tidak banyak lapangan pekerjaan di desa
d.      Terbatasnya sarana dan prasarana di desa
e.       Diusir dari desa asal
f.       Memiliki impian kuat menjadi orang kaya
3.      Keuntungan Urbanisasi
a.       Memoderenisasikan warga desa
b.      Menambah pengetahuan warga desa
c.       Menjalin kerja sama yang baik antarwarga suatu daerah
d.      Mengimbangi masyarakat kota dengan masyarakat desa
4.      Akibat urbanisasi
a.       Terbentuknya suburb tempat-tempat pemukiman baru dipinggiran kota
b.      Makin meningkatnya tuna karya (orang-orang yang tidak mempunyai pekerjaan tetap)
c.       Masalah perumahan yg sempit dan tidak memenuhi persyaratan kesehatan
d.      Lingkungan hidup tidak sehat, timbulkan kerawanan sosial dan kriminal


















































DAFTAR PUSTAKA

·         http://wafiq-agito.blogspot.com/2012/11/fungsi-keluarda-hubungan-antara.html